Langsung ke konten utama

Disebabkan H.U ( repost from fb-notes )

aku bertemu lagi dengan nya secara tak sengaja.
di rumah kawan ku. di suatu malam kemarau.
di beranda itu, di temani kopi dan rokok beberapa merk,
ia yang pertama mengajak ku bicara." handphone sudah jadi kebutuhan ya mas? "
aku baru saja membaca sms yang masuk ke hape ku.aku mengangguk.
" handpne membuat kita aneh "
" tapi ada lho mas, teman ku yg tak punya hape". aku menyahuti nya.seolah olah aku kenal dekat dengan nya.
"dan itu menurut ku malah aneh mas, jaman sekarang kok nggak punya hape.bayangkan kalo ada keluarga nya yg ingin tahu kabar nya, ato perlu bicara dengan nya.nggak masuk akal kan mas?! "
" he em. gak punya nomer ". jawab nya. entah apa maksud nya.

kemudian teman ku datang dengan secangkir kopi lagi.mereka lalu bicara tentang sesuatu yang hendak di cetak. tentang seseorang yang menyerobot harga.
tentang hal hal yang tak aku pahami.
aku hanya merangkai rangkai kata per kalimat.
menebak nebak apa sebenarnya yang mereka obrolkan.
tapi tetap aku tak paham.aku alihkan kesibukan ke hape. buku. hape. dan buku.


sesekali ia menatap ku, seolah olah aku paham apa yg mereka obrolkan.aku balik tersenyum.
manggut manggut. kemudian menundukkan wajah agar dia tak terus menatap ku.
perawakan kurus. lbish kurus dari pertamakali aku melihat nya dulu.kepala nya tetap gundul,
mungkin agar lebih praktis, ato mungkin untuk menutupi kebotakan nya.
menutupi kebotakan dengan menggundul kepala?!entahlah...
sesekali kawan ku itu mengajak ku bicara, dan ia ikut menyahuti.kadang menambahi nya dengan penjelasan.
kawan ku ini memang, kalo boleh di bilang, murid nya si gundul ini.

ada sesuatu yang membuat ku tak bisa melepas pandangan ku dari nya.
entah apa, dan di tak tahu kalo aku selalu mencuri pandang padanya.
" teman kuliah nya anu?"
"bukan mas, teman sekolah dulu ".
" ooo... "ia menghisap rokok nya yg hampir habis.
mengambil kacamata nya yg ia gantungkan di leher kaos.
membaca sms yang masuk di hape nya, kemudian ngobrol lagi dgn kawan ku itu.
aku masih belum tahu hal apa yg mereka bicarakan.

" mana pesenan ku, kau bawa? " todong kawan ku.
aku mengeluarkan bebrapa buku dari ransel.
" suka buku juga? "
" kadang kadang mas "
" aku juga barusan dari kampung ilmu, ini aku beli beberapa buku"
ia keluarkan bebrapa buku dari tas kempit nya.
tas kempit dari kain perca.
aku melihat nya. bergantian dengan kawan ku.
ia membuka sebuah buku. konon sebuah buku langka.
meskipun aku lihat cover nya masih bagus.
" kau pasti iri dengan buku ini ", katanya
ia pasang kacamata nya lagi.
kemudian membaca beberapa kalimat dari buku itu.
ia membaca nya dgn gaya membaca puisi. mungkin itu kumpulan puisi.
ya, itu semacam kumpulan puisi. entah judul nya apa.
di beberapa kalimat ada kata kata yang lucu.
aku dan kawan ku tertawa.ia masih tetap membaca.
kemudian ia menutup nya.memasukkan nya lagi ke tas agar tak di pinjam siapapun.
seolah olah itu harta karun.

lalu kita tenggelam dalam obrolan tentang buku. tentang orang orang lain.
tapi aku masih tak bisa lepas memandang nya.
membayangkan bagaimana cara ia menulis bebrapa puisi nya.
pusi nya yang konon liar, dan penuh jumpalitan makna.
aku bayangkan ia duduk di beranda rumah nya. berdiri keliling halaman.membersihkan bebrapa daun2 kering. mengangkat pot nya. kemudian sebuah kata berkelebat dalam kepala nya.
ia terdiam sejenak, seakan akan mempause kata itu agar tak beranjak.
ia taruh pot itu perlahan lahan sambil mencoba mengikat kata itu dengan kalimat kalimat lain.
dengan wajah seolah berpikir, ia kembali ke beranda. menyalakan laptop nya.
menunggu dengan tak sabar windos menyet-up program, sambil terus mengikat kata itu erat erat agar tak minggat.
di nyalakan nya sebatang rokok, sekedar penghibur sabar yang kendur.
windos siap... program siap.
ia menatap keyboard.
menekan huruf demi huruf pelan pelan sejalan dengan kata kata
yang mulai pindah dari kepala ke layar laptop nya.
ia nikmati setiap tekanan jari di keyboard nya.
rokok di asbak menggoda nya.
ia beralih ke rokok.
matanya masih memandang ke layar laptop.
aku bayangkan kata kata dan kalimat tumpah ruah di kepala nya.
tumpah berserakan bak kacanggoreng tumpah dari bungkus nya.
lalu ia memungut nya satu persatu. ia pilih mana kacang yg berisi mana yg kosong.
mana yang berisi tiga mana, mana yang dua, mana yg hendak ia makan, mana yg harus di buang.

sesekali ia mengerutkan dahi.
aku bayangkan itu.dari kepala yg tandus menetes keringat keringat kecil.
kemudian angin lewat dan menghapus nya.
aku bayangkan joko pinurbo tertawa di depan beranda nya.
" kasihan kau penyair, kepala mu mencair gara2 berpikir". canda jokpin
" huss.. pergi kau.. dasar tukang jahit celana!!"
lalu jokpin brubah jadi asap... hilang bak jin di film film.
ia lanjutkan mengetik.tapi kata tersendat sendat melangkah di dalam kepala nya.

" GUSTIIII... jabang bayiiii lanang wedok, nang jerro ndas mu iki opo ae sehhh???
kapal, mambang, sepeda, gelombang, kuburan, perahu, ciuman bekas !!"
tiba tiba barisan kata kata itu mengeluh, dan ia bisa mendengar nya.
" hei, kenapa kau malah sambat. ayo lekas turun ke jari jari ku biar
ku salurkan ke kibord utk di transferke layar laptop ku"
" ayooo cepattt... kau tak tahu apa, betapa sulit aku menemukan mu.
ku cari kau kesana, kau tak ada. ku cari kau kesini, kau tak ada.
ada hening di kepala nya.
di beranda.
di halaman.
aku bayangkan ia kesal. puntung rokok ia hisap.
" juancokk".... di lempar nya puntung rokok.
dengan mata masih di laptop ia nyalakan sebatang lagi rokok.
ia hisap cepat. ia hembuskan asap nya berkali kali. dari mulut. dari hidung. dari mulut.
kemudian aku bayangkan anak nya muncul dari dalam rumah.melongok sebentar ke laptop ayah nya,
kemudian masuk lagi.berteriak dari dalam rumah.
" yahhhh... ibu nang ndii??"
" nggak ngerti, paling2 yo nonggo"
" paling2 yoooo...."
ia berhenti menjawab.
sederetan kalimat tiba tiba merasuk ke kepala nya.
ia tergeragap. tangan nya berlarian di kibord. kalimat kalimat tertata di layar.
sesekali ia saut rokok. ia taruh cepat cepat.
aku bayangkan ia tertawa.
" hahahahahaha.... mati kau ... skakk"
kemudian ia men save nya.
ia kumpulkan di folder entah apa.
tertawa lagi.
mematikan laptop nya. melepas kacamata nya.
menghisap puntung rokok nya, sambil misuh...
" asssuuuu..... tak kasih judul apa ini??!!"

@lidah.surabaya
.... juli2012.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

BOOKHIVE kulonuwon di SURABAYA

Kemudian kita taruh rak2 buku itu dipojokan2 ruang publik agar masyarakat bebas membaca dan mengakses pengetahuan sembari mereka mengantre atau nyantai menunggu sesuatu. Begitulah ... Seseorang atau sebuah komunitas punya ide yang nampaknya utopis tapi persetanlah ... Ide harus di wujudkan. Meskipun nanti akhirnya rak2 itu hanya menjadi semacam pemanis atau semacam formalitas sebuah instansi agar dipandang berbudaya. Ya ... Konsep menempatkan rak2 buku lengkap dengan buku2 bacaan ringan di ruang publik memang  bukan hal baru. Lalu apa yg membedakan #bookhive dgn semisal perpus gratis yg digagas pak sutopo tukang becak di jogja, pak sugeng hariyono tukang tambalban di lampung, dan fauzi tukang jamu dari sidoarjo, atau lapak2 baca gratis semacam ALS ( ALIANSI LITERASI SURABAYA) yg melapak dibeberapa spot taman kota surabaya dengan deg2an karena seringkali berhadap2an dengan aparat keamanan karena dianggap mengganggu estetika taman kota. Apa bedanya? Apa beda esteh

Hujan kesedihan

Siapa yang bisa menyalahkan orang2 yang melekatkan kesedihan pada hujan?. ...... ketika adam terlempar ke bumi, terpisah dari tulang rusuk nya sendiri kemudian hujan yang pertama baginya datang, apa yang ia lakukan? Mungkin dari sanalah hujan mendapatkan peran sebagai kembaran kesedihan. ..... Aku tak ingin memberi mu kesedihan lewat hujan. Kau sendiri yang tiba2 mengirim pesan pendek padaku, berkata: aku takut pada kesepian. Aku takut hujan yang menambah panjang kesepian. Aku takut hujan yang menambah panjang kesepian yang selalu berujung pada kesedihan. ..... bukan hujan yang memperpanjang kesepian. Bukan kesepian yang memojokkan mu pada kesedihan. Bukan pula hujan yang melahirkan kedua nya. Tapi kamulah penyebab nya ..... Kau lah yang tak juga beranjak dari kesedihan yang kau bangun sendiri. Kesedihan yang Kau pupuk dengan kebahagiaan2 semu. Kebahagiaan yang kau peras dari kesedihan orang lain. ....

Janji menulis puisi

Anggaplah ini janji .... Tapi kau tak punya kewajiban menagih. Setelah pertemuan ini, aku ingin menulis puisi. Tentang apa, itu perkara nanti. Sebab aku menolak kau remehkan. Aku tak mau kau anggap, sekedar, kenangan. Kenangan pada meja. Pada cangkir cafe yang wah. Pada pigura yang terpampang di dinding-dinding tua. Aku menolak kau banding-bandingkan dengan rasa kopi favorit mu. Kopi pahit yang punya nama asing itu yang tak pernah ku ingat itu. Setelah pertemuan ini ... Setelah pertemuan ini, kemana kau akan pergi? Kemana kau akan pulang? Mengapa kau tak menanyakan dua hal itu padaku? Kau tak perlu bertanya: Puisi ini untuk ku atau siapa? Nanti saja ku jawab kalau puisi itu sudah jadi.  Atau tak jadi. Kalau tak jadi, itu lebih baik. Aku tak berhutang apapun padamu. Dan kau tak perlu menagih apapun ke aku. .... Kau ku bebaskan membanding bandingkan ku dengan segala perabot dan tetek bengek kenangan mu. @kampoengILMU 26/05/14