Karena aku cuma bisa membeli buku bekas, seringkali aku terlambat mengetahui kalo ternyata sebuah buku yang lagi booming itu kadang memang bagus. Tak selalu murahan ceritanya, seperti perkiraan ku.
Dimulai dari saman, yang konon, adalah tonggak novel kontemporer indonesia, yang bahkan ketika kemunculan nya di kupas beberapa halaman di koran kompas. Meskipun itu tak bisa di lepaskan dari kedekatan ayu utami dengan sebuah komunitas yang, konon, berafiliasi dgn penerbit kompas sendiri. Dan juga terlepas dari kontroversi2 yang mengikuti kehadiran saman di dunia sastra indonesia.
Saman klo tak salah terbit pertamakali tahun 1994. dlm pembukaan nya, ayu utami menyebut novel ini adalah sebuah fragmen dari sebuah novel lain. itu 4 tahun sebelum reformasi. Kemudian reformasi datang dan mungkin -ini cuma analisa bodoh ku- novel yang lain itu tak tergarap karena peta politik berubah. Kebebasan berbicara datang. Semua bebas berekspresi. lalu ayu membuat novel lain yg berlatar belakang reformasi juga dosa2 ordebaru. Lahirlah larung.
Aku baca saman sekitar tahun 2000an ke atas. berturut2 kemudian aku membaca bilangan fu, lalu larung. Semua novel itu aku dapatkan dlm kondisi bekas dan jauh dari konteks ketika novel itu booming dan sedang hangat dibicarakan di media.
Begitupun tetralogi dee. Bahkan sampai sekarang aku hanya punya 2 jilid tetralogi itu. masih menunggu 2jilid sisa nya utk berjodoh dengan ku. Jadi, setelah dee menyelesaikan tetraloginya, aku masih belum tahu akhir ceritanya. Padahal, jarak antara jilid 3 dan 4 itu di tulis dee dalam jangka waktu 4tahun -klo tak salah- sungguh waktu yang tak sebentar jikalau aku berniat mengumpulkan seluruh tetralogi itu.
Sebenarnya aku bisa ke perpustakaan umum kemudian memuaskan diri dgn membaca buku2 terbitan terbaru, tapi aku tak tertarik. Buatku perpus itu bukan tempat nya orang mencari kepuasan membaca, meskipun anda bisa meminjam utk dibaca dirumah. Perpus itu hanya cocok buat pelajar ato mahasiswa ato mereka2 yg sedang mengerjakan tugas dan mencari referensi2 sebagai data tambahan. Bukan tempat nya membaca sambil berleha2.
Lalu, apa masalah nya membaca buku2 bagus yang sudah lewat masa booming nya ?
Mungkin bagi oranglain tak ada. Ato bisa juga orang lain itu seperti aku, yang tak bermasalah tapi membuat hal itu sebuah masalah.
Bayangkan ini:
sebuah film bagus sedang di putar di bioskop. kawan2 anda menonton nya. Semua orang di sekeliling anda seolah2 merasa wajib menonton itu. Mereka membicarakan film itu seolah2 agama baru telah lahir dan anda harus tahu segalahal tentang agama itu kalo tak mau di cap kuno juga ketinggalan jaman. tapi anda tak merasa seperti itu sebab anda berpikir semua hal yang mainstream ato populer itu dangkal dan tak berisi.
Anda tak menghiraukan segala media yang membahas film itu. Segala wacana dan perdebatan yang menyertainya.
Bayangkan itu .....
Suatu hari, anda berkesempatan menonton pilm itu dan anda kaget. Pilm itu ternyata tak dangkal dan murahan seperti yang anda kira. Pilm itu bagus dan menyentuh perasaan anda. setelah menonton pilm itu anda seolah2 ingin mengumpulkan kawan2 anda lalu bercerita juga sedikit berdebat ttng alur, tokoh, pesan, ato mungkin juga dialog yang terdapat di pilm itu, yang menurut anda, kurang sreg di hati ato bisa di perdebatkan.
Tapi sayang, pilm itu sudah basi.
Semua orang tak lagi membicarakan nya.
bahkan mungkin orang sudah lupa segala hal tentang pilm itu kecuali judulnya.
.... Tinggallah anda.
Yang heboh sendiri dan merasa tersentuh tapi tak lagi punya kawan yang
hendak di ajak berbagi kebahagiaan.
Benar. Ini tak cuma tentang buku, ini juga tentang pilm. Dan benar, semua hal itu hanyalah apologi bagi kemalasan ato keengganan ku membeli sesuatu yang kupandang biasa tapi harganya luar biasa.
Aku terlalu malas membuang2 uang untuk hal2 yang menurutku tak penting. Seperti menonton pilm2 terbaru di bioskop ato membeli buku2 baru yang sedang best seller ato ngetrend.
Tapi sebagian novel bekas itu ada juga yang memang terbit di tahun yang lampau.
Tahun ketika aku masih belum baru lahir ato belum terlalu gila dengan buku.
Seperti bumi manusia, atheis, revolusi di nusa damai, rafilus dan sederet novel2 lawas lain nya. Bahkan sampai sekarang aku tak punya novel2 klasik indonesia semacam belenggu, layar terkembang, sitti nurbaya ato tenggelam nya kapal van der wijk dll. Dan belum ada hasrat utk meminjam dari kawan ato perpus.
Aku menunggu buku2 itu datang padaku.
Seperti seorang jomblo yang menanti jodoh nya dengan santai
sambil menjalin hubungan yang rumit dengan kekasih2 lain
yang bisa jadi itu jodoh orang lain yang sedang mampir ke aku.
Seperti kalimat di bak2 truk itu:
KU TUNGGU BEKAS MU !!!
............................
ditulis @WARUNG samping CIPUTRA WORLD SURABAYA
Komentar
Posting Komentar