Masa kecil ku kuhabiskan
bermain di pinggir laut.
Soal berenang, kami tak perlu ikut kursus. Karena anak pesisir dari lahir sudah bisa berenang.
Meskipun gen kami belum bermutasi macam orang bajo, tapi kami memang perenang otodidak.
Pantai kami dulu berpasir, tempat segala aktifitas bermain bisa kami lakukan.
Laut surut berpasir padat adalah taman kami. Di antara perahu2 yg ditambatkan berjajar, kami berlarian mencari ikan2 kecil yg terlambat ikut arus ke tengah laut dan memilih sembunyi di karang2 yg berlumpur.
Kemudian kami gali kolam2 kecil di bibir pantai yg berpasir. Kami taruh ikan2 kecil di dalamnya dan kami hiasi kolam itu dengan kulit2 kerang dan keong laut.
Bibir pantai kami dulu landai berpasir.
Bekas Batas air pasang masih bisa kami lihat di pasir. Ditandai dengan sampah2 yg terdampar terbawa ombak.
Pantai kami dulu berpasir.
Tempat perahu2 digalang selama musim ombak besar. Sambil menunggu reda, perahu2 itu kami bersihkan dari merunti2 yg menempel di dasar perahu. Kami cat ulang, kami panasi kayu2nya, dan perindah hiasan dekorasinya.
Ketika musim melaut kembali datang, perahu2 itu siap berlaga lagi di atas ombak dengan lebih cerah dan gagah. Siap menjadi wahana nafkah keluarga.
Kini, Pasir telah hilang.
Laut2 kami kapling, kami urug, kami bangun rumah2. demi tubuh2 yg makin berbiak Makin butuh ruang utk sekedar melepas lelah atau utk investasi bagi mereka yg berduit.
Sedimentasi lumpur berakumulasi menjebak perahu2 yg hendak melaut.
Nelayan makin jauh menambatkan perahu2nya.
Batas surut air laut makin menjauh. Beberapa nelayan kampung sebelah memilih menambatkan perahunya di kampung kami. Menghindari jarak berjalan yg makin jauh ke daratan. Apalagi kalau ditambahi membawa beban hasil tangkapan. Berjalan di Lumpur makin menambah beban.
Ikan2 makin berkurang. Variasi tangkapan tak lagi meriah. Ikan yg bisa ditangkap cuma itu2 saja.
Dulu, ketika malam ramadhan, selepas tarawih, kami melipir ke nelayan yg pulang melaut. Mencari ikan yg tak layak jual, yg hendak dibuang, lalu Membakarnya di api unggun. Memakannya berame2 kemudian tidur2an di perahu2 yg tertambat di daratan, sampai waktu sahur.
Pasir pantai kami sekarang hilang.
Lautan kami makin keruh.
Tangkapan tak lagi penuh.
Perahu2 tak lagi terlalu kami urus.
Sebab biaya melaut dan hasilnya tak lagi sebanding dengan biaya hidup.
Anak2 tak lagi kenal laut belakang rumahnya sendiri. Ikan2 kecil juga keong laut makin tak punya tempat bersembunyi.
Sepanjang tepi laut penuh lumpur yang tak bersahabat dengan kaki2 kecil.
Mirip pasir hisap yg mereka lihat di youtube. Kotor dan menyeramkan.
Pasir pantai kami hilang.
Dan bekasnya perlahan pudar dari ingatan.
Tak menyisakan apa2 selain kenangan.
#kejawanlor #kenjeran #surabaya #pantai kenjeran
Komentar
Posting Komentar