Entah ini kemalangan atau keberuntungan.
Sejak kecil aku tak bisa bermain bola.
Sebab itu mungkin aku tak punya kegemaran menonton bola
dan menaruh fanatisme ke salahsatu club bola,
baik itu yg lokal maupun internasional.
Memang, hidup di surabaya tak bisa dilepaskan dari nama besar persebaya.
Menggemari bola ataupun tidak, jika anda berasal dari surabaya
kemanapun anda pergi di indonesia ini orang2 akan mencap anda sebagai BONEK.
Meskipun tak semua orang surabaya mau atau setuju dengan labelisasi tersebut,
tapi memang setiap orang ketika masuk ke wilayah tertentu
membutuhkan sebuah identitas yg dikenal oleh banyak orang.
Mungkin agar kita lebih bisa menautkan dirikita kepada sesuatu yg imajiner
yg seakan2 melebihi dirikita sendiri sebagai sebuah pribadi.
Sejak SMA, karena tak punya hobi yg pasti,
aku mulai ikut2an naik gunung.
dari sinilah aku mulai sering ke malang.
Karena deretan gunung yg terdekat dari surabaya berada di kawasan malang.
Tiap liburan sekolah aku mampir ke kawan2 yg sedang kuliah di malang,
sekedar untuk mencari kawan mendaki gunung.
Sebuah hobi yg saat itu tak terlalu glamor
dan padat peminat seperti sekarang.
Salah satunya ke PANDERMAN. Gunung kecil yg ramai sekali kalau pas hari sabtu.
Di daerah ini aku kenal kawan2 pandermania.
Kawan udin kirun, mas inul, mas pecok dll.
Itu kisaran tahun 2000an awal.
Dulu, di jalan tanjakan curam sebelah kanan
jalan arah panderman itu ada sebuah padepokan,
anak2 pandermania sering berkumpul disana.
Aku pernah hampir 1 minggu disana.
Ditemani dulur2 pandermania. Nunut makan di rumah udin,
ngopi di rumah mas inul, makan bareng2.
Sebuah kenangan manis dan kesempatan yg
tak mungkin aku tukar dengan apapun.
Aku mengalami malang bukan sebagai turis
yang sehari datang sehari pergi.
Aku mengalami malang sebagai kehidupan yang utuh.
Dari pengalaman ini aku mengalami KOTA MALANG dan
segala isinya dengan penuh cinta dan persaudaraan.
Seduluran tanpa melihat identitas dan komunitas.
Seduluran sing gak kecampuran fanatisme pada sesuatu.
Kawan2 dari malang pun meskipun menjadi bagian dari nama besar AREMA,
tapi aku tak pernah merasakan kebencian dan permusuhan dari mereka.
Justru malang terutama panderman, sudah seperti rumah kedua ku.
Ada juga kawan2 dari AREK MALANG BLAKRA'AN,
Anas khomsi dan lain lain, yg pernah menemani
kami ketika mendaki semeru, juga APEN anak tumpang.
Sungguh, malang tak pernah hadir sebagai sebuah ancaman
atau sosok musuh bagiku.
Malang justru menjadi tempat perluasan pencarian jatidiriku
dan akan tetap seperti itu selamanya.
Aku tak akan mewariskan kepada anak2ku
jiwa rivalitas antar kota antar klub.
Rivalitas yg baranya hari ini memenuhi stadiun kanjuruhan
dan
memantik kebrutalan aparat dan menghilangkan ratusan kawan2 arema.
bara Rivalitas yang tak pantas dipelihara
apalagi sampai nyawa taruhan nya.
AKU TAK AKAN MEWARISKAN BARA API ITU !!!
Aku akan mewariskan kedamaian malang,
keramahan nya dan segala keindahan alamnya.
Terutama keramahan dulur2 di panderman batu
yang selalu menerima ku tanpa melihat siapa aku
dan darimana aku berasal.
Fanatisme mengorbankan nyawa,
Seduluran menumbuhkan jiwa2 bahagia.
Aku turut berduka kawan...
@makhrus hadi
_ surabaya 4 oktober 2022
.
Komentar
Posting Komentar